Minggu, 01 Juli 2012

Dibalik Wajah Cantik ''Geisha''

Dalam sejarah perang dunia, ada satu sisi kelam yang hingga saat ini terus menerus mendapat sorotan dari banyak kalangan. Yakni masalah 'Jugun Ianfu'. Istilah ini ditujukan untuk para wanita di negara jajahan yang melayani tentara Jepang dalam pemenuhan kebutuhan seks mereka. Keberadaan para wanita tersebut tidak hanya ada di negara kita-Indonesia saja, tetapi juga di negara Asia lain seperti Korea, China, Malaysia dan lainnya.

Perjuangan para wanita-wanita ini masih berada di pertengahan jalan dalam meraih keadilan, padahal usia terus menggerogoti mereka. Tak sedikit hingga hayat di kandung badan lepas, para wanita ini harus membawa kenangan pahit itu hingga ke liang kubur. Masih banyak dari kalangan mereka sendiri atau keturunan mereka yang terus menuntut Pemerintah Jepang untuk mengakui kebejatan moral para mantan tentara perangnya. Tuntutan para wanita ini sudah dijawab oleh Pemerintah Jepang dalam bentuk uang kompensasi, sebagai pengganti 'terengutnya masa muda yang indah dengan cara paksa, juga sebagai upaya penyembuhan luka masa lalu'. 

Tapi sayangnya, hal penting yang seharusnya diakui sebagai rasa malu telah memperlakukan wanita yang dimata Tuhan diletakkan di tempat yang agung, tidak juga keluar dari seluruh mulut para mantan tentara Jepang yang masih hidup hingga saat ini. Mungkin para wanita itu menjerit: kalau perlu para mantan tentara Jepang ini sebaiknya melakukan 'harakiri'(robek perut) sebagai upaya intropeksi diri. Ternyata tidak semua laki-laki Jepang berjiwa 'Bushi' seperti yang bisa kita lihat di film 'Samurai'.

PENGHIBUR YANG BERKELAS
Kata 'geisha' itu bermakna 'orang yang bisa berkesenian' . Jadi geisha itu adalah seorang wanita yang bisa menari dan memainkan alat musik tradisional Jepang. Bukan pelayan seks seperti yang orang-orang bayangkan selama ini. Selain kata 'geisha' juga ada kata 'maiko' dan 'geiko'. Semua kata-kata ini adalah sebuah profesi. 'Maiko' adalah 'wanita muda yang bisa menari', sedangkan geiko adalah senior daripada maiko, yang tidak hanya bisa menari tapi juga memainkan alat musik. Sedangkan geisha adalah senior daripada keduanya. Senior dalam artian pengalaman dan umur. Untuk menjadi seperti mereka ini harus melalui sebuah sekolah khusus, sekolah kejuruan. Jadi bukan tiba-tiba jadi.  Jika seorang remaja putri mau menjadi geisha, maka ia harus melalui beberapa tahapan selama bertahun-tahun. Dari segi penampilan geisha selalu memakai kimono yang berwarna terang dari sutera dan obi atau kain yang melilit di pinggang. Rias wajah geisha yaitu dengan bedak putih, lipstik merah menyala, dan konde agar menjadi daya tarik tersendiri. pada umumnya geisha dapat ditemukan di acara-acara pertemuan bisni, restoran tingkat tinggi, dan tempat upacara minum teh.


Geisha adalah entertainer atau pekerja seni yang berasal dari tradisional jepang, Gei adalah Semi, sedangkan Sha adalah Orang. pekerjaan yang didominasi oleh wanita tersebut sering dikonotasikan sebagai prostitusi, padahal bukan dan anggapan seperti itu sebenarnya adalah salah. Dan menjadi geisha yang profesional adalah pekerjaan yang tidak mudah, karena butuh banyak keahlian. Secara rinci Geisha yang profesional adalah para pekerja seni yang menguasai tari tarian, lagu, alat musik, dan upacara minum teh jepang, mengetahui pengetahuan diatas rata-rata untuk bisa berkomunikasi dengan para pebisnis, dan mempunyai kepandaian lain seperti: melawak, menjadi pembawa acara atau MC, membaca puisi dan lain-lain. 





KEHIDUPAN GEISHA

Nama Geisha menempati waktu singkat dalam sejarah jepang yang panjang. Geisha seperti yang dikenal muncul beberapa ratus tahun yang lalu. Namun demikian wanita ”bertipe” geisha – wanita yang menghibur dan kemudian menawarkan tubuhnya kepada pria – kembali pada masa awal di Jepang. Tergantung pada tingkat seninya, sensitifitasnya dan kepandaianya, wanita-wanita ini, yang kemudian hari menjadi seperti geisha, bisa menjadi terkenal dan bahkan berkuasa.

Pendahulu geisha ditemukan di antara saburuko (seorang yang melayani) yang muncul pada akhir abad ke 7. Wanita-wanita ini, yang dipaksa berkelana sebagai akibat dari penempatan sosial yang keliru, memperdagangkan seksualitas mereka agar dapat survive. Di antara mereka terdapat penari-penari dan penyanyi berbakat yang diundang untuk acara kumpul-kumpul para aristokrat. Keterangan tentang wanita-wanta ini disebutkan dalam puisi-puisi kuno Jepang.

Dari abad 12 sampai abad 14 muncul kelompok PSK baru yang disebut shirabyoshi. Mereka merupakan penyanyi dan penari trampil yang mengenakan pakaian model Shinto dan memainkan drum dan seruling. Sering kali mereka berasal dari keluarga aristokrat yang jatuh dan mereka merupakan hasil dari kehebohan sosial. Nama dari beberapa wanita ini telah menjadi legenda. Yang paling terkenal adalah Shizuka, yang menjadi teman prajurit Jepang yang paling dicintai rakyat yang bernama Yoshitsune. Yang lain lagi adalah Kemegiku yang menjadi selir Kaisar Gotoba. Beberapa legenda, hymne dan balada kuno dan tradisi mereka kemudian diambil oleh teater Noh.

Seorang geisha tidak dapat bertahan tanpa memelihara jaringan yang kuat diantara anggota komunitasnya. Apakah hubungan ini merupakan hubungan positif atau negatif, mereka tetap mendukung geisha secara pribadi. Penggunaan nama geisha yang terkenal adalah hal penting bagi mereka untuk menunjukkan jenis dukungan keluarga yang diperlukan. Keberhasilan seorang geisha seperti karakter Sayuri bukan hanya karena kecantikannya atau bakatnya tetapi juga karena dukungan “kakaknya” yang bernama Mameha. Dalam pelatihan karirnya, ada ritual-ritual tertentu yang lazim diajarkan kepada geisha pada masa sebelum perang. Geisha mewarisi pelatihan kehidupan ini dari yujo, yaitu pelacur sebelum mereka.

Seorang geisha biasanya dijual sebagai seorang gadis kecil ketika keluarganya tidak mampu membiayainya. Dia disebut sebagai seorang shikomi, seorang pelayan yang terikat yang mengerjakan pekerjaan kasar. Rumahnya dikendalikan oleh seseorangg yang disebut okasan (ibu), biasanya pensiunan geisha. Seorang shikomi harus memberikan perhatian khusus pada keperluan-keperluan seorang geisha penuh yang menghasilkan uang untuk rumah tersebut. Jika gadis itu menunjukkan tanda-tanda bahwa dia berbakat, dia mulai belajar tari dan musik di sekolah geisha dimulai kira-kira pada usia 7 tahun. Setelah menghabiskan setengah hari di sekolah, di waktu yang tersisa lainnya dia harus mempraktekkan selama berjam-jam dan harus juga menyelesaikan tugas-tugasnya.

Sebagai seorang remaja, jika sudah siap, dia menjadi magang geisha, yang di Kyoto disebut maiko dan di Tokyo disebut oshaku. Dia didandani dengan kimono terang dengan lengan panjang. Dia mulai mengenakan rambut model “belah-persik” dimana rambut di gulungan rambutnya membentuk segitiga kecil. Agar bisa menjadi seorang pemagang, dia harus mempunyai seorang onesan (kakak perempuan) yang bersedia mengajaknya pada tugas-tugasnya sehingga dia bisa belajar melalui minarai (observasi). Seorang geisha dan pemagang kemudian pergi ke upacara persaudaraan yang menyerupai pernikahan, saling menukar tiga teguk sake. Hal ini disebut san san kudo.

Seorang geisha akan menjadi milik seseorang yang menjadi penawar tertinggi mizuage-nya, kehilangan virginitasnya dan menjadi wanita sepenuhnya. Sebuah upacara meneguk sake akan dilaksanakan kembali. Sebagai tanda atas perubahan yang signifikan ini sebuah tanda merah akan ditempatkan di rambutnya. Seperti halnya perubahan untuk pakaian wanita yang terjadi setelah perkawinan orang Jepang, hal ini menjadikan perubahan seorang geisha sebagai bukti untuk dilihat semua orang.

Ketika seorang geisha mencapai status penuh, dia akan eriakae o suru (mengganti tanda di lehernya). Ini berarti bahwa dia akan mengganti bagian warna putih di komino bagian bawahnya dengan sebagian warna merah di bawah pakaiannya. Dia mengenakanya dengan cara ini ketika dia diperkenalkan. Pada titik ini dia mengganti kimononya dengan model yang lebih sederhana model lengan pendek untuk wanita dewasa. Mendapatkan status penuh sebagai seorang geisha hampir selalu terlibat penuh dengan majikannya atau danna. Dia akan memberikan dukungan finansial, bahkan kadang-kadang cukup untuk membuat sebuah rumah.

Hal yang paling menentukan dalam karir seorang geisha adalah keputusanya untuk menikah. Mereka mungkin juga meninggalkan hanamachi dan menjadi istri simpanan sepenuhnya. Namun demikian banyak geisha yang tetap tinggal di tempat hiburan dan menjadi okasan dan mengatur rumah geishanya sendiri. Banyak geisha yang sesudah pernikahanya gagal atau hancur kembali pada kehidupan sebelumnya yang dirasa paling nyaman.





DAYA TARIK GEISHA

Daya tarik geisha menyeimbangkan antara ketulusan kasih sayang dan kesenian. Hal ini terjadi tanpa menafikan bahwa geisha harus mempunyai sensualitas tertentu. Kata untuk ini dalam bahasa jepang adalah iroke, atau secara harfiah berarti “semangat warna”. Ini bukan semata-mata daya tarik seksual, tapi rasa seni yang diciptakan dalam berpakaian dan bahasa tubuh. Ini dapat dilihat dengan sangat jelas dalam percakapan yang saling memberi dan menerima.

Sekitar tahun 1800 ketika geisha tampil ke depan, mereka menunjukan model yang berani. Geisha menjadi personifikasi dari iki, sebuah kata yang masih digunakan hingga saat ini untuk menggambarkan sikap dingin. Secara kasual ini memang elegan, kekuatan pemahaman tentang bagaimana sesuatu harus dikerjakan. Seratus limapuluh tahun lalu seorang geisha mengenakan make up terang, komono dengan warna yang kental dan pola-pola sederhana, dengan obi tergantung di punggung. Penampilan geisha yang sederhana adalah bagian dari peraturan yang ditujukan agar geisha tidak menyaingi yujo, tapi malah salah kaprah. Penampilan geisha sangat berlawanan dengan yujo membuat yujo tampak ketinggalan jaman. Geisha hanya mempunyai beberapa pin di rambut, sedangkan yujo tampak seperti dikerubuti serangga. Seorang yujo yang ditandai dengan warna perak dan emas dengan naga menghadap ke atas atau ditaruh dimana saja menjadi terlalu membatasi dengan geisha. Geisha menggantikan yujo dengan mepersonifikasikan semangat perubahan revolusioner pada saat itu.

Iki dilahirkan dari iklan. Iki berasalah dari keberanian khusus yang dimiliki geisha untuk seni. Misalnya sebagai tanda kekuatan karakter geisha tidak pernah mengenakan kaos kaki tabi. Cetakan-cetakan Ukiyo-e sering menunjukkan ibu jari seorang geisha tampak lebih sebagai iki saat ibu geisha berjalan di atas salju. Geisha bisa juga tampak menampakkan maskulinitas. Beberapa daerah di Edo (sekarang Tokyo) merupakan daerah munculnya iki. Di Fukugawa wilayah Edo, geisha memulai fashion dengan mengenakan pakaian dalam haori, aslinya adalah jaket pria yang menonjolkan sensualitas yang lambat laut diikuti oleh semua wanita yang mengenakan kimono.

Sekarang ini geisha bukan lagi sebagai trendsetter model. Mereka adalah penegak tradisi, mengenakan kimono setiap hari seperti yang dilakukan oleh hanya sedikit wanita Jepang. Pada kesempatan-kesempatan resmi, mereka tampak seperti yujo yang sudah punah: mengenakan make up tebal dan berat dan mengenakan kimono penuh ornamen. Namun geisha masih menjadi model jika berada dalam tempat-tempat yang lebih kecil. Berpakaian adalah bagian dari seni mereka. Hal ini membuktikan bahwa dalam pakaian dan kesempurnaan geisha merupakan indikasi kesadaran mereka. Geisha masih menghabiskan sebagian besar pendapatannya untuk penampilanya, berhutang untuk membeli obi dan kimono yang mewah dan model terbaru. Jika dia bisa menampilkan karya yang paling artistik pembuat komono, maka reputasinya semakin baik. Seorang geisha mencari tamu murni dengan seni yang ada di komononya sebagai pintu untuk memasuki dunianya. Walaupun gesiha tidak lagi mempengaruhi fashion secara umum, mereka masih terus membuat model baru untuk kimono, pada tahun 1970 geishalah yang pertama kali memulai fashion dengan komono pastel.

Bagi orang Barat mungkin menjadi teka-teki bahwa daya tarik geisha seharusnya berubah seiring usia. Ada dua jenis geisha. Geisha yang cantik, yang karena kecantiannya segera mendapatkan jodoh. Mereka pensiun karena kerut. Jenis lain adalah geisha yang tidak tergantung pada kecantikanya namun pada kepandainnya berbicara. Mereka mendapatkan tamu dengan kepandaian kata-katanya. Dia tahu kekuatan anekdot dan seni merayu tanpa menyerang. Dibalik senyum dan rasa humornya mereka lebih manusiawi. Geisha jenis ini yang bisa-bisa mempunyai hanamachi di masa tuanya dan lebih banyak dirindukan setelah kematiannya.




GEISHA DALAM SENI

Kebanggaan seorang geisha tergantung paga gei atau seninya. Gei merupakan hal penting bagi geisha sejak profesi ini mulai ada, ketika geisha disewa karena kemampuan menari dan menyanyinya. Sekarangpun tetap sama, ketika seorang wanita muda menjadi geisha sebagian besar adalah karena kecintaan mereka terhadap musik dan tari tradisional. Sebagai seorang geisha mereka dapat tampil sebagai profesional, bukan sebagai amatir. Gei seorang geisha terutama terbentuk dari permainan shamisen dan tari tradisional, namun hal tersebut juga menjadi arah bagi seni tradisional lainnya seperti: kaligrafi, kemampuan menulis puisi, dan jamuan minum teh. Geisha pada masa sebelum perang, yang mengikuti pelatihan yang sangat keras, sangat ahli dalam berbagai jenis musik dan tari. Geisha jaman sekarang sebagain besar hanya menguasai satu jenis musik atau tari. Geisha harus tahu persis tentang seni agar seni bisa menjadi karakternya yang kedua. Pertama-tama mereka belajar dengan hafalan. Belajar dengan hafalan ini penting agar seorang geisha dapat menyesuaikan diri dengan penyanyi dan penari. Semakin spontan keadaannya, semakin besar daya tarik seninya.


Di pusat kota, ada sebuah sungai besar yang panjang membelah kota hingga tersambung dengan kota Osaka. Dikenal dengan sebutan 'Kamogawa' atau 'Sungai Bebek'. Bila menelusuri sungai ini hingga ke pusat kota, maka kita bisa menemui kehidupan masa lalu yang dipertahankan itu. Pusat kota ini dikenal dengan sebutan Kawaramachi Dori. Di sekitarnya ada wilayah bernama Pontocho. Di wilayah ini berderet rumah makan yang kental dengan nuansa Jepang. Mulai dari bentuk bangunannya, jenis masakannya, bahasa yang dipergunakan, tata krama pelayanannya, semuanya. Ada prestise tersendiri bila menjadi tamu di wilayah Pontocho ini. Di wilayah Pontocho ini pun ada 'Desa Geisha' (hanya sebuah istilah yang digunakan karena memang di wilayah ini bisa kita temui lokasi tempat tinggal wanita-wanita berprofesi Geisha).

Zie Zie-Anonymous Updated at: 08.31

Ditulis Oleh : Zie Anonymous: Berbagi tentang semua hal menarik di dunia

Artikel Dibalik Wajah Cantik ''Geisha'' ini diposting oleh Zie pada hari Minggu, 01 Juli 2012. Thank's atas kunjungan dan waktu Anda untuk membaca artikel ini. Kritik dan saran dapat Anda sampaikan melalui kotak komentar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Blogger Wordpress Gadgets